Pulau Intata adalah termasuk di antara pulau – pulau terluar yang ada di Indonesia .Terletak di Laut Sulawesi dan berbatasan dengan negara Filipina. Pulau Intata ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud kecamatan Nanusa dengan ibukota kecamatan Karatung, provinsi Sulawesi Utara. Pulau ini berada di sebelah utara dari Pulau Kakorotan dengan koordinat 4°38′38″ LU, 127°9′49″ BT.Pulau yang juga berhadapan langsung dengan lautan samudra Pasifik di sebelah Timur ini termasuk pulau yang sangat indah.Air laut yang jernih dengan pasir putihnya yang halus di tambah dengan suasana sepi karena pulau ini tak berpenghuni semakin membuat pulau dengan luas hanya 1 km2 ini terasa sangat eksotis apalagi bila matahari sedang terik.Iklim tropis memang membuat Indonesia kaya akan sinar matahari bila sedang musimnya.
Pulau Yang Pernah Tenggelam
Dari catatan sejarah masa lalu, pulau Intata dahulu sebenarnya tidak berdiri sendiri.Sebelumnya pulau ini menjadi satu dengan Pulau Kakorotan.Pulau Intata terbentuk akibat dari gempa yang sangat dahsyat di ikuti dengan terjangan gelombang tsunami di Pulau Kakorotan.Terjangan gelombang tsunami yang sangat dahsyat tersebut menyebabkan Pulau Kakorotan terbelah menjadi tiga yaitu Pulau Kakorotan, Pulau Intata dan Pulau Malo. Sejarah tenggelamnya sebagian daratan Pulau Intata ini masih bisa dilihat dari monumen yang sampai saat ini masih tegak berdiri di halaman rumah kepala adat desa Kakorotan / Ratumbanua di tengah – tengah Desa Kakorotan kecamatan Nanusa kabupaten kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
“….SEBAHAGIAN DARATAN PULAU INTATA TENGGELAM DAN PENGHUNINYA HANYUT OLEH AMUKAN OMBAK YANG DATANG DARI ARAH TIMUR LAUT SEBELAH LAUTAN PASIFIK.”
Sumber Gambar : http://sejarah.kompasiana.com
Demikian sedikit catatan peristiwa tenggelamnya sebagian daratan pulau Intata yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1014 jam 01.00 pada zaman Ratu Liunsanda, Hugu-Lalua dan Hugu-Panditan yang diabadikan dengan tulisan pada monument tersebut.
Festival Budaya Tradisi “Mane’e” Di Pulau Intata
Sumber Gambar : http://www.panoramio.com
Kearifan tradisi budaya lokal masih terjaga di Pulau Intata. Mane’e adalah festival budaya tradisional yang diadakan di Pulau Intata.Disaat tradisi budaya ini berlangsung, pulau yang tak berpenghuni ini menjadi ramai di datangi oleh ribuan orang yang berasal dari masyarakat yang tinggal di kepulauna Talaud bahkan dari Manado ibukota provinsi Sulawesi Utara. Sebuah tradisi menangkap ikan yang sangat unik kalau tidak di katakan ajaib. sebuah tradisi menangkap ikan yang dilakukan hanya dengan tangan kosong setelah sebelumnya ikan-ikan tersebut digiring menggunakan janur kelapa yang di susun saling berkait dengan akar kayu sebagai penautnya. menangkap ikan secara langsung juga dilakukan dengan jaring ikan kecil yang biasa disebut oleh masyarakat Nusa Utara sibu-sibu. Ketika air laut menyurut, janur lalu digiring menjadi sebentuk lingkaran yang lebih kecil. Nah, saat itulah tamu yang jumlah ribuan mulai masuk ke dalam lingkaran janur dan menangkap ikan sesuka hati mereka. Namun syaratnya, ikan tak boleh di jual, meskipun boleh dibawa pulang. Tradisi mane’e yang jika diindonesiakan menjadi kebersamaan ini memang lebih menekankan pada sisi kebersamaannya. Tradisi ini sendiri konon sudah ada sejak abad ke 17, bermula ketika Pulau Kakorotan diguncang gempa bumi dan tsunami. Sebelum prosesi ini dilakukan terlebih dahulu dilakukan doa bersama untuk meminta petunjuk kapan tepatnya tradisi ini harus dilaksanakan kepada Mawu Ruata (leluhur) dengan dipimpin oleh Inang Wanua dan Ratu Wanua (pemimpin adat). Budaya tradisi mane’e diadakan setiap tahun oleh warga masyarakat kepulauan Nanusa di Pulau Intata di minggu terakhir bulan Mei. Meskipun terletak di ujung Timur Laut kabupaten Kepulauan Talaud, masyarakat di Kabupaten Kepulauan Talaud berupaya untuk menyaksikan dan berpartisipasi dalam festival budaya tersebut,.Festival Mane’e sendiri oleh pemerintah provinsi sudah menjadi agenda wisata budaya yang setiap penyelenggaraannya selalu mendatangkan banyak turis baik lokal maupun mancanegara.Untuk menunjang pariwisata di Pulau Intata pemerintah provinsi juga berencana untuk membangun hotel dan fasilitas – fasilitas yang menunjang pariwisata di Pulau Intata tentu juga berharap adanya investor yang mau bekerjasama membangun pariwisata khususnya di Kepulauan Talaud yang sangat potensial sebagai obyek wisata pantai / bahari.
Dari catatan sejarah masa lalu, pulau Intata dahulu sebenarnya tidak berdiri sendiri.Sebelumnya pulau ini menjadi satu dengan Pulau Kakorotan.Pulau Intata terbentuk akibat dari gempa yang sangat dahsyat di ikuti dengan terjangan gelombang tsunami di Pulau Kakorotan.Terjangan gelombang tsunami yang sangat dahsyat tersebut menyebabkan Pulau Kakorotan terbelah menjadi tiga yaitu Pulau Kakorotan, Pulau Intata dan Pulau Malo. Sejarah tenggelamnya sebagian daratan Pulau Intata ini masih bisa dilihat dari monumen yang sampai saat ini masih tegak berdiri di halaman rumah kepala adat desa Kakorotan / Ratumbanua di tengah – tengah Desa Kakorotan kecamatan Nanusa kabupaten kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
“….SEBAHAGIAN DARATAN PULAU INTATA TENGGELAM DAN PENGHUNINYA HANYUT OLEH AMUKAN OMBAK YANG DATANG DARI ARAH TIMUR LAUT SEBELAH LAUTAN PASIFIK.”
Sumber Gambar : http://sejarah.kompasiana.com
Demikian sedikit catatan peristiwa tenggelamnya sebagian daratan pulau Intata yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1014 jam 01.00 pada zaman Ratu Liunsanda, Hugu-Lalua dan Hugu-Panditan yang diabadikan dengan tulisan pada monument tersebut.
Festival Budaya Tradisi “Mane’e” Di Pulau Intata
Sumber Gambar : http://www.panoramio.com
Kearifan tradisi budaya lokal masih terjaga di Pulau Intata. Mane’e adalah festival budaya tradisional yang diadakan di Pulau Intata.Disaat tradisi budaya ini berlangsung, pulau yang tak berpenghuni ini menjadi ramai di datangi oleh ribuan orang yang berasal dari masyarakat yang tinggal di kepulauna Talaud bahkan dari Manado ibukota provinsi Sulawesi Utara. Sebuah tradisi menangkap ikan yang sangat unik kalau tidak di katakan ajaib. sebuah tradisi menangkap ikan yang dilakukan hanya dengan tangan kosong setelah sebelumnya ikan-ikan tersebut digiring menggunakan janur kelapa yang di susun saling berkait dengan akar kayu sebagai penautnya. menangkap ikan secara langsung juga dilakukan dengan jaring ikan kecil yang biasa disebut oleh masyarakat Nusa Utara sibu-sibu. Ketika air laut menyurut, janur lalu digiring menjadi sebentuk lingkaran yang lebih kecil. Nah, saat itulah tamu yang jumlah ribuan mulai masuk ke dalam lingkaran janur dan menangkap ikan sesuka hati mereka. Namun syaratnya, ikan tak boleh di jual, meskipun boleh dibawa pulang. Tradisi mane’e yang jika diindonesiakan menjadi kebersamaan ini memang lebih menekankan pada sisi kebersamaannya. Tradisi ini sendiri konon sudah ada sejak abad ke 17, bermula ketika Pulau Kakorotan diguncang gempa bumi dan tsunami. Sebelum prosesi ini dilakukan terlebih dahulu dilakukan doa bersama untuk meminta petunjuk kapan tepatnya tradisi ini harus dilaksanakan kepada Mawu Ruata (leluhur) dengan dipimpin oleh Inang Wanua dan Ratu Wanua (pemimpin adat). Budaya tradisi mane’e diadakan setiap tahun oleh warga masyarakat kepulauan Nanusa di Pulau Intata di minggu terakhir bulan Mei. Meskipun terletak di ujung Timur Laut kabupaten Kepulauan Talaud, masyarakat di Kabupaten Kepulauan Talaud berupaya untuk menyaksikan dan berpartisipasi dalam festival budaya tersebut,.Festival Mane’e sendiri oleh pemerintah provinsi sudah menjadi agenda wisata budaya yang setiap penyelenggaraannya selalu mendatangkan banyak turis baik lokal maupun mancanegara.Untuk menunjang pariwisata di Pulau Intata pemerintah provinsi juga berencana untuk membangun hotel dan fasilitas – fasilitas yang menunjang pariwisata di Pulau Intata tentu juga berharap adanya investor yang mau bekerjasama membangun pariwisata khususnya di Kepulauan Talaud yang sangat potensial sebagai obyek wisata pantai / bahari.
Pulau Intata yang terkesan dianak tirikan dalam pembangunan Infrasturktur pendukung pengembangan lokasi wisata di Kab. Kepulauan Talaud...-+ 4 Tahun tidak tersentuh oleh Pembangunan....
ReplyDeleteSalam dari Orang Nanusa/Kakorotan